Aksesibilitas Rendah Sebagai Daya Jual Indonesia

Merenungkan salah satu prinsip tua dari ilmu ekonomi yakni tentang scarcity. Semua orang agaknya sudah mahfum bahwa semakin langka suatu barang, maka nilainya akan semakin tinggi. Hal ini karena barang tersebut akan menjadi sulit didapat dan sifatnya menjadi eksklusif.

Dalam perjalanan pembangunan kepariwisataan di Indonesia, kita senantiasa mendengar keluhan-keluhan baik dari para pengusaha, maupun dari kalangan pemerintah sendiri (yang bertanggung jawab atas pemasaran pariwisata nasional), bahwa sangat sulit untuk menjual pariwisata Indonesia karena salah satu faktor yang berat, yakni kesulitan sarana untuk menjangkau tempat-tempat wisata yang sebetulnya indah. Hal ini juga terungkap dari seorang pengusaha jasa perjalanan wisata di Papua, Bapak Sitepu dari Grand Irian Tours, "Sulit sekali mendapat tamu di sini, karena tempatnya susah dijangkau." Demikian ujarnya.

Apakah kita akan selalu beralasan sulitnya akses menjadi penghambat penjualan pariwisata Indonesia?

Dari sisi wisatawan, ternyata mereka merasa bahwa kunjungan ke tempat-tempat terpencil di Indonesia adalah merupakan suatu pengalaman yang menakjubkan.
Mereka tidak pernah menyangka akan benar-benar melihat orang-orang yang masih memelihara rumah-rumah batu mereka di tengah kemajuan peradaban zaman yang pesat seperti sekarang. Mereka terkagum-kagum saat berjalan menyusuri sungai di tengah hutan lalu berjumpa dengan orang setempat yang berpenampilan begitu eksotik. Tentu kita patut menimbang, jika saja kita menuruti 'nafsu' untuk memuluskan akses ke tempat-tempat eksotik tersebut, akankah daya tarik tempat itu masih akan bertahan? Atau malah menjadi tidak memiliki makna lagi?

Dengan sudut pandang yang tepat, tentu aksesibilitas yang sulit tersebut, alih-alih menjadi hambatan dalam menjual pariwisata di Indonesia, justru seharusnya bisa dijadikan selling point yang jitu sebagai daya tarik bagi para wisatawan mancanegara. Dari angle tersebut, nilai jual pariwisata Indonesia sejatinya harus menjadi sangat tinggi.

Ketika VW begitu bangga dengan mobilnya yang kecil sehingga membuat branding 'Think Small." Mungkin saatnya Indonesia pun harus bangga dengan sulitnya akses ke tempat-tempat indah dan mengatakan "Think Remote."

0 comments:

Post a Comment