Melihat Iklan Pariwisata Sarawak Melalui Semiotika

Menarik saat mencermati kajian-kajian budaya yang dilakukan oleh para ahli semiologi, dilakukan dengan menggunakan analisis semiotika. Dalam semiotika dikenal istilah signifier dan signified, atau secara umum dikenal sebagai simbolisasi. Jadi dalam setiap tanda, dalam hal ini berupa gambar atau foto, terkandung makna tingkat kedua (signified) yang merupakan simbol akan suatu makna tertentu. Makna tersebut didapat dari konvensi tidak tertulis dalam bahasa manusia.

Dalam bukunya Semiotika Negativa, ST. Sunardi mengemukakan contoh penggunaan semiotika dalam melihat sebuah iklan pariwisata. Jadi dalam iklan pariwisata, kita perlu menggambarkan suatu atraksi wisata menggunakan wujud simbolik. Misalnya ketika kita ingin menyampaikan “Indonesia” kepada wisatawan di luar negeri, Borobudur digunakan sebagai simbol. Atau mungkin bisa saja wayang, atau batik. Gambar-gambar itu, menurut Sunardi, menawarkan berbagai signifieds (tanda) yang pada dirinya melekat nilai-nilai bagi para wisatawan yang melihatnya. Misalnya Borobudur adalah Indonesia. Nilai yang melekat adalah tropis, eksotis, etnik, dan… murah!

Imajinasi wisatawan terbawa larut jauh kepada pariwisata Sarawak yang cantik. Sarawak tampil laksana sebuah negeri ajaib dengan sumber alam yang besar.

Lalu bagaimana semiotika melihat iklan pariwisata Sarawak (negara bagian di Malaysia), yang begitu sukses mendatangkan minat wisatawan mancanegara (khususnya negara-negara barat). Nilai-nilai apa yang begitu kuat, yang kiranya dikandung oleh iklan tersebut?

Menurut Ian Batey dalam bukunya Asian Branding, pejabat pariwisata negara bagian Malaysia Timur Sarawak Borneo, telah mencanangkan suatu program kampanye global. Mereka ingin mencapai bisnis perjalanan di Eropa, Australia, Jepang, dan Pantai Barat Amerika Serikat. Mereka menghubungi Batey. Secara cerdas, biro iklan tersebut mengatasi anggaran yang terbatas dari pemerintah Sarawak, dengan cara tidak menggunakan fotografi dalam menampilkan keindahan alam negeri itu, melainkan menggunakan gambar (lukisan). Pada awalnya digunakan lukisan gaya pasca-Impresionis Prancis, namun akhirnya berkembang menjadi menggunakan gambar ilustrasi gaya buku komik retro yang antik di awal tahun 1920-an!



Gambar hutan Sarawak lengkap dengan suku Dayaknya yang diilustrasikan menggunakan gaya komik zaman dulu dalam iklan pariwisata tersebut, merupakan sebuah signifier. Ini menandakan kehidupan tropis di hutan-hutan hujan di pedalaman Borneo. Namun dari signified tersebut, lantas muncul pemaknaan tingkat dua. Gaya ilustrasi komik tersebut membawa kisah suatu masa kejayaan cerita tentang petualangan, seperti halnya kisah Tarzan. Imajinasi wisatawan terbawa larut jauh kepada pariwisata Sarawak yang cantik. Sejarah Sarawak yang kaya tampaknya kembali untuk selamanya karena adanya perpaduan antara budaya-budaya dan suku-suku bangsa yang unik.

Sarawak juga mewakili dunia tumbuh-tumbuhan dan dunia hewan yang tidak terdapat di mana pun di dunia ini. Air terjun dan gua-gua raksasa, gunung-gunung dan hutan belantara mengelilingi Anda ke mana pun Anda pergi. Sarawak tampil laksana sebuah negeri ajaib dengan sumber alam yang besar. Bisa jadi adalah salah satu dari pengalaman petualangan ekologi terakhir di planet ini.

Demikianlah iklan tersebut berhasil memberikan nilai yang begitu khusus akan negeri Sarawak kepada para wisatawan yang melihatnya. Iklan tersebut juga dianggap sangat berhasil dari segi efektifitasnya mendatangkan banyak wisatawan di tahun kampanye global tersebut. Tidak lupa juga berbagai penghargaan yang diterima iklan tersebut semakin menandai keberhasilan kreativitasnya.

Dengan alam sungguhan yang lebih indah, lebih kaya, dan lebih eksotis dari Sarawak, bukankah tidak ada alasan lagi bagi Indonesia untuk tidak menciptakan iklan yang sama spektakulernya dengan itu?

0 comments:

Post a Comment