Peran Komunikasi Visual Dalam Pengembangan Pariwisata Indonesia

Pariwisata merupakan industri jasa yang bersifat intangible. Pakar pariwisata dari Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Nuriata, mengatakan, insan pariwisata sesungguhnya menjual ‘mimpi’, atau dengan istilah lain yakni sebagai ‘architect of dreams‘ atau arsitek mimpi. Para wisatawan yang akan membeli sebuah paket wisata tidak akan mengetahui apa yang akan ia alami sampai ia benar-benar membeli paket wisata tersebut dan menjalaninya sampai selesai. Seakan-akan mereka hanyalah membeli mimpi. Lalu bagaimana caranya agar calon wisatawan bisa mendapatkan gambaran tentang apa yang akan mereka dapatkan saat membeli paket wisata yang kita tawarkan?

Insan pariwisata sesungguhnya merupakan seorang architect of dreams.

Cara yang paling tepat untuk memberi gambaran tentang suatu paket wisata adalah dengan gambar. Ada dua negara tetangga Indonesia yang lebih dulu menyadari hal ini.

Malaysia dan Singapura.

Kedua ini mengambil langkah yang sangat strategis dalam mengkomunikasikan potensi pariwisata yang dimilikinya yakni dengan cara komunikasi visual. Siapapun tentu menyadari bahwa potensi sumber daya alam dan budaya sebagai tulang punggung pariwisata yang dimiliki kedua negara tersebut, jauh di bawah Indonesia. Namun sesedikit apa pun sumber daya yang mereka miliki, mampu mereka komunikasikan dengan efektif, secara visual.

Langkah berani yang diambil oleh kedua negara tersebut dalam mengkomunikasikan potensi pariwisata negara mereka kepada para calon wisatawan di negara-negara barat memiliki kesamaan. Keduanya berani menghubungi agen periklanan yang bonafide berreputasi internasional. Saat bagian promosi pariwisata kedua negara tersebut menyadari pentingnya komunikasi visual yang profesional, mereka lantas menghubungi biro iklan yang cukup ternama dari Inggris, Batey Ads yang didirikan dan dikelola oleh Ian Batey. Singapura sukses dengan Singapore Girl-nya, dan Malaysia sukses dengan iklan Sarawaknya.

Iklan Leopard Sing in Sarawak dan Rainbows End in Sarawak milik Malaysia mampu memberikan gambaran romantis akan hutan tropis Asia Tenggara yang memiliki berbagai legenda dan beragam flora dan fauna. Ini menjadi penawaran yang jelas bagi calon wisatawan di negara-negara Barat, yang mampu menginterpretasikan mimpi wisata mereka. Lebih banyak mana keragaman budaya, flora dan fauna yang dimiliki negara ini ketimbang yang dimiliki Indonesia. Dari luas wilayahnya saja sudah bisa ditebak, Indonesia memiliki lebih banyak ragam. Namun sekali lagi, ini tentang menjual mimpi. Ini tentang komunikasi visual. Memvisualkan mimpi yang kita jual.

Pelajaran yang bisa diambil oleh insan pariwisata di Indonesia adalah, kita harus lebih berani mengambil langkah yang jelas-jelas sangat krusial dalam menjual potensi-potensi wisata di negara ini. Indonesia memiliki kelebihan yang signifikan dengan dinobatkannya Bandung (ibukota Priangan), sebagai emerging creative city in Asia. Begitu banyak insan kreatif yang hidup dan berkembang di kota ini, yang memiliki potensi kekuatan dalam membantu pengembangan pariwisata di Indonesia. Inilah saatnya para insan pariwisata kota ini mulai mengambil langkah untuk berkolaborasi dengan para insan kreatifnya guna menggalang kekuatan pariwisata Indonesia. Ini merupakan potensi nyata di depan mata, namun mengapa harus menunggu berlama-lama?

Sadarilah bahwa pariwisata, khususnya pembuatan paket wisata, merupakan sebuah pekerjaan yang juga menuntut kreatifitas. Bisa dibilang pariwisata memiliki ruh dari creative economy. Jadi sudah jelas jika kita menginginkan untuk bisa mengembangkan pariwisata Indonesia, kita harus mampu menciptakan strategi komunikasi visual yang kuat. Ini berarti insan pariwisata harus segera merekrut saudara-saudara setanah airnya dari bidang kreatif untuk segera mewujudkan visualisasi impian pariwisata Nusantara ini.

0 comments:

Post a Comment